Sabtu, 24 November 2012

Asa Teluk Balikpapan

Keberadaan Teluk Balikpapan bagi kebanyakan orang tidaklah terlihat istimewa. Sama seperti di daerah lain pada kawasan pesisir Kalimantan. Sepanjang mata memandang hanya terlihat hamparan hijau pohon mangrove, garis pantai berlumpur serta kehidupan benih ikan, udang dan kepiting dalam kedangkalan air payau di antara akar-akar pohon "Rhizophoraceae" sehingga seperti box bayi bagi biota laut itu. Namun, jangan salah sangka, ekologi hutan mangrove di pesisir Kalimantan Timur itu bisa menghadirkan "cerita misteri" namun juga bisa membuka tirainya untuk pertunjukan "drama kehidupan liar satwa langka yang eksotis dan mencenangkan". Cerita misteri maupun pertunjukan drama itu seperti kian meningkatkan "kasta" Teluk Balikpapan dalam sektor ekologis, khususnya kekayaan "bio diversity" (keanekaragaman hayati) luar biasa di kawasan pesisir Kalimantan Timur bagian selatan tersebut. Contohnya, misteri kehidupan Duyung (Dugong Dugon) di Teluk Balikpapan, yakni pada 1996 telah diusulkan bahwa "si Putri Duyung" telah punah di Bumi Kalimantan. Tapi, empat tahun kemudian atau 2000, Yayasan RASI (Rare Aquatic Species Indonesia) menemukan denyut kehidupan liar mamalia itu di Teluk Balikpapan. Populasi Duyung memang tidak hanya di Teluk Balikpapan namun pada beberapa daerah di perairan Indonesia kondisinya nyaris sama sehingga satwa ini dianggap mamalia langka perairan yang benar-benar terancam punah. Pada belahan dunia di lain kawasan, Duyung terdapat pula di Madagaskar, Afrika Timur, India dan Australia. Data pasti populasi satwa ini di perairan Indonesia belum ada meskipun beberapa ilmuwan memperkirakan hanya tinggal 1.000 sampai 10.000 ekor. Para ilmuwan hanya sepakat bahwa populasinya memang kian menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Di Indonesia hanya terdapat di Teluk Balikpapan, Kotawaringin, Pulau Karimata, Teluk Kumai dan Kepulauan Derawan. Banyak orang salah mengartikan jika Duyung adalah ikan, mengingat satwa itu tidak bernafas dengan insang namun paru-paru serta berkembang-biak dengan menyusui anaknya. Meskipun sama-sama satwa mamalia namun Duyung tidak sama dengan jenis lumba-lumba. Anatomi duyung lebih mirip dengan gajah. Perbedaan lain, jika lumba-lumba makan ikan sedangkan Duyung termasuk jenis herbivora. Dulunya, Si Putri Duyung itu diburu oleh para nelayan karena ada anggapan bahwa mamalia ini jika ditangkap akan mengeluarkan air mata. Para nelayan akan mengambil dan menyimpan ke dalam botol kecil air mata si putri karena dipercaya bisa menjadi bahan untuk minyak pelet. Tulang-tulang mamalia ini juga diambil untuk campuran obat-obatan tradisional yang belum pernah dibuktikan secara medis dan ilmu pengetahuan. Kini, kondisi Si Putri Duyung di Teluk Balikpapan ternyata setiap hari kian terancam. Ancaman utama terkait ulah manusia yang merusak habitatnya di Teluk Balikpapan. Kerusakan padang lamun kini menjadi ancaman serius mamalia langka itu karena merupakan pakan utama duyung. Lamun menghilang akibat berbagai aktivitas manusia sehingga terjadi sedimentasi dan polusi kimia. Teluk Balikpapan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) 211.456 hektar dan perairan seluas 16.000 hektar. Ancaman Teluk Balikpapan "Misteri" lain yang tersembunyi di balik selimut hijau mangrove Teluk Balikpapan yang baru-baru ini terungkap, yakni tentang arti strategis hutan dataran rendah itu adalah sebagai Rumah (habitat) dari 1.400 ekor Bekantan atau monyet hidung panjang. Ternyata dengan populasi itu, maka Bekatan di Teluk Balikpapan menjadi sangat penting karena menjadi lokasi terbanyak di dunia monyet hidung panjang yang masih bertahan di habitatnya, atau mewakili lima persen primata berbulu kuning itu di seluruh dunia. Kerusakan lingkungan pada hutan mangrove yang menjadi habitatnya berarti mengancam langsung kelestarian Bekantan di seluruh dunia. Misteri berikutnya yang selama ini seperti menjadi "harta karun" (potensi keanekaragaman hayati) yang tersimpan dalam perairan Teluk Balikpapan adalah ditemukan kawasan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris). Awalnya, para peneliti memperkirakan satwa mamalia air itu adalah lumba-lumba namun setelah diteliti lebih mendalam ternyata Pesut. Pasalnya, selain Pesut selama ini dianggap hanya ada di Sungai Mahakam, juga ekosistem Teluk Balikpapan adalah air payau (asin) bukan air tawar seperti habitat Pesut yang selama ini diketahui masyarakat. Para ilmuwan memperkirakan bahwa populasi Pesut di Teluk Balikpapan sekitar 60-140 ekor. Muara Tempadung merupakan habitat yang sangat penting bagi pesut, sebagai daerah pencarian ikan dan migrasi. Teluk Balikpapan masih banyak hutan primer, hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Habitat satwa liar juga banyak, seperti bekantan sekitar 1.400 ekor, pesut laut 60-140 ekor, 300 jenis burung, 100 mamalia, lebih dari 1.000 pohon. Kawasan ini juga menjadi habitat beruang madu, macan dahan, duyung, buaya muara dan penyu hijau. Mangrove di kawasan ini ada sekitar 40 jenis, separuh dari yang ada di Asia, dengan ketinggian pohon ada mencapai lebih dari 20 meter. Ada beberapa kawasan pesisir kawasan itu yang masih terjaga seperti di Sungai Wain yang menjadi habitat Orangutan (Pongo pygmaues). Ancaman utama bagi kelestarian Teluk Balikpapan justru timbul oleh kegiatan pembangunan sektor lain, khususnya sektor industri, perkebunan, pertambangan dan infrastruktur jalan dan jembatan. Bidang industri misalnya, maka pembabatan hutan terjadi karena daerah itu dijadikan Kawasan Industri Kariangau (KIK) sesuai usulan Kapet Sasamba (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Samarinda-Sangasanga-Muara Jawa-Balikpapan) --selaku konsultan Pemprov Kaltim-- maka mencapai 2.189 hektar meliputi Teluk Kariangau sampai Teluk Waru (Penajam Paser Utara). Malah, Dinas Pekerjaan Umum Kaltim membuat usulan baru agar KIK diperluas menjadi 5.130 hektar dari arah Hulu sampai Pulau Balang. Celakanya, usulan ini kemudian diakomodir dalam usulan revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Balikpapan 2011-2031. Kian padat aktifitas baik di darat maupun di perairan Teluk Balikpapan, antara lain kehadiran kapal nelayan yang terus bertambah, pembangunan pelabuhan perusahaan batu bara serta pengeboran Migas membuat berbagai satwa langka di kawasan itu makin terdesak. Pengeboran minyak misalnya, menjadi ancaman sangat serius bagi kelestarian Pesut laut di Teluk Balikpapan karena merusak sistem dalam mencari makanan (ikan) atau echolocation (sonar). Tidak jauh berbeda dengan Pesut, Si Putri Duyung juga terancam akibat kepadatan lalu lintas kapal di Teluk Balikpapan yang terus meningkat. Ditambah dengan banyak kasus pencemaran seperti pembuangan oli, pengecatan serta pembersihan kapal ketika berada di pelabuhan. Kondisi itu menjadi sumber polutan yang membunuh rumput laut dan bisa dapat menyebabkan keracunan pada duyung. Bagi pemerintah daerah, menghadapi posisi dilematis menghadapi persoalan itu, yakni benturan antara program pembangunan Jembatan Pulau Balang dan jalan penghubungnya karena telah menelan ratusan miliar rupiah dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Jika berbagai infrastruktur telah terbangun dan dimanfaatkan, baik kawasan industri, jalan dan jembatan maka di depan mata sudah jelas terjadi perambahan besar-besaran. Kondisi itu pada gilirannya akan menimbulkan deforestasi dan degradasi ekosistem sehingga merusak integritas ekologi seluruh Teluk Balikpapan. Secercah Harapan Salah satu penggiat lingkungan yang selama ini meneliti berbagai kehidupan liar berbagai satwa langka di Teluk Balikpapan, yakni Stanislav Lhota termasuk orang yang masih optimistis bahwa kelestarian kawasan itu masih bisa diselamatkan. Lhota yang juga seorang peneliti dari Departemen Zoologi, Universitas South Bohemia Republik Chechnya mengaku sudah menyampaikan berbagai hal, termasuk pemikiran dan solusi untuk menjaga kelestarian Teluk Balikpapan kepada pemerintah daerah setempat (Pemkot Balikpapan, Pemkab PPU dan Pemprov Kaltim) namun belum mendapat respon positif. Tetapi, Hal itu tidak melemahkan semangatnya untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati Teluk Balikpapan. Bahkan, akhirnya kampanye internasional melalui berbagai media dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati Teluk Balikpapan, Kaltim kini berdampak positif. Tanggapan itu, misalnya beberapa perusahaan yang selama ini dituding mengabaikan sektor lingkungan kini mulai menghentikan kegiatan yang dianggap keliru itu. Ia menambahkan bahwa itu berita penting terkait kampanye untuk menyelamatkan Teluk Balikpapan dari ancaman ekspansi industri, tampaknya bahwa komunitas internasional kebangkitan pada akhirnya. "Kegiatan perusahaan di sana telah mulai menghancurkan hutan mangrove dan meracunkan air laut di sepanjang pantai Teluk Balikpapan," ujar dia. Ada dua perusahaan yang ia sebutkan, yakni PT. Mekar Bumi Andalas (anak perusahaan Wilmar Group) dan PT. Dermaga Kencana Indonesia (anak perusahaan dari Kencana Agri Ltd Group) yang sedang melakukan kegiatan di kawasan itu. "Ada kemungkinan besar bahwa perusahaan-perusahaan besar akan peduli dengan hilangnya reputasi yang baik dan memburuknya hubungan masyarakat. Memang, Wilmar sudah menanggapi kampanye dan menganggap serius menghentikan setiap pengembangan lebih lanjut di Teluk Balikpapan," ujar Lhota. Lhota menilai bahwa memang butuh dukungan semua pihak baik warga sekitar, swasta, dewan dan pemerintah daerah dalam penyelamatan lingkungan Teluk Balikpapan. Setidaknya, sementara ini, melalui kampanye internasional itu terlihat secercah harapan bagi kelestarian berbagai satwa langka yang selama ini menjadikan Teluk Balikpapan sebagai rumahnya, termasuk si Putri Duyung, mamalia langka yang paling terancam punah di perairan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar