Minggu, 01 April 2012
Catatanku Tentang Pilkada Pertama Di Indonesia
Seandainya pihak Museum Rekor Indonesia mau mendaftarkan berbagai kelebihan dan keunikan sebuah daerah maka itu adalah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.
Lihat saja, dalam lintasan sejarah KUtai adalah daerah Kerajaan Hindu tertua di Nusantara yang berdasarkan jejak historis berdiri pada abad ke-4.
Kukar juga kembali masuk dalam sejarah perpolitikan dan kenegaraan karena menjadi daerah yang pertama kali melaksanakan pemilihan kepala daerah (tingkat bupati/wali kota) di Indonesia sejak NKRI merdeka, yakni Pilkada langsung pada 1 Juni 2005.
Sedangkan keunikannya --mungkin lebih tepat disebut sebagai ironisme-- kabupaten kaya akan potensi Migas dan batu bara itu kenyataannya memiliki warga miskin terbanyak di Kaltim.
Data Pemprov Kaltim baru-baru ini mencatat jumlah penduduk miskin di Kukar mencapai 73.300 jiwa atau 15,07 persen dari total masyarakat miskin di Kaltim sekitar 318.200 jiwa.
Ironisnya, Kota Bontang yang tadinya memiliki warga miskin cukup banyak dan sempat menjadi bagian dari Kukar (kini berdiri sendiri sesuai UU Nomor 47 Tahuh 1999 tentang Pemekaran Daerah) malah mampu mengatasi masalah sosial itu sehingga penduduk miskinnya kini paling sedikit di provinsi itu, yakni hanya 7.900 atau 6,8 persen dari total warga miskin Kaltim.
Ironisme lainnya, mata pengunjung yang datang ke KOta Tenggarong --Ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara-- akan terbelalak kagum melihat keindahan Jembatan Kutai Kartanegara yang biaya untuk pengecatan jembatan saja mencapai Rp7 miliar.
Saat melintasi jembatan berwarna kuning keemasan itu, maka terlihat keindahan obyek wisata di tengah Sungai Mahakam, yakni Pulau Kumala yang tadinya hanya sebuah delta kemudian "disulap" menjadi lokasi berbagai wisata modern dengan biaya sekitar Rp2 triliun.
Namun, jika ingin melihat pemandangan lain yang membuat hati miris hanya sekitar satu kilometer dari lokasi jembatan megah yang dibangun dengan dana ratusan miliar rupiah itu, yakni di Tenggarong Seberang terlihat kondisi yang menyebabkan rasanya Indonesia ini belum merdeka.
Saat menyelusuri beberapa desa di Kecamatan Tenggarong Seberang maka akan ditemukan kondisi rumah penduduk yang mencerminkan tingkat kesejahteraannya, serta sejumlah bangunan SD (maaf) seperti kandang kambing.
Misalnya, seperti terlihat pada kondisi SD Kertabuana Tenggarong Seberang. Para pelajar tampak tekun memperhatikan pelajaran meskipun kursi, meja, lantai kelas dinding kelas sudah berlubang-lubang dan lapuk, bahkan langit-langit sejumlah ruang kelas seperti akan runtuh karena banyak kayunya rusak termakan usia dan rayap.
Berdasarkan data Disdik Kaltim bahwa tercatat Kukar adalah daerah terbahyak di Kalimantan Timur yang memiliki bangunan sekolah yang rusak atau tidak layak pakai, yakni tercatat 4.049 unit ruang kelas yang rusak dari katagori rusak ringan, sedang dan ada 40 persen di antaranya sangat tidak layak pakai, dari 15.406 ruang kelas yang ada di daerah itu.
Padahal kOndisi seperti itu hanya beberapa kilometer dari pusat kota sehingga bisa dibayangkan tentang perekonomian dan bangunan SD pada desa di kawasan pedalaman dan psisir Kukar.
Deretan "ter..." milik Kukar kian panjang jika data jumlah penggangguran, warga putus sekolah serta tingkat kesehatan warga di daerah berpenduduk sekitar 500.000 jiwa itu dibuka serta dibandingkan dengan daerah di Kalimantan Timur yang memiliki APBD jauh di bawah Kukar yang pada 2010 anggarannya disahkan mencapai Rp4,9 triliun.
"Masalah-masalah seperti itu yang menjadi tantangan bagi siapapun menjadi kepala daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara. Jadi Pilkada yang dilaksanakan 1 Mei 2010 ini hanya sebuah pintu masuk saja. Jadi tantangan dan kemampuan kepala daerah akan teruji saat menuntaskan berbagai masalah sesungguhnya di Kutai Kartanegara itu," kata pengamat politik Kalimantan Timur, Prof Sarosa Hamongpronoto, SH.
Suara Fenomental
Pada pelaksanaan pesta demokrasi akbar tingkat kabupaten itu, akhirnya Rita Widyasari dipastikan hanya satu putaran saja berhasil menyisihkan lima pasangan kandidat bupati/wakil bupati Kabupaten Kutai Kartanegara pada Pilkada 2005-2010 dengan mengantongi 55,10 persen.
Suara mencapai 55,10 persen itu (sampai Sabtu malam sudah masuk 99 persen suara) yang dihimpun lembaga survei Citra Publik Indonesia (CPI) dinilai cukup fenomental, mengingat terdapat ada enam pasangan kandidat (bupati/wakil bupati).
KPUD Kutai Kartanegara memang belum mengumumkan secara resmi hasil perhitungan suara namun data yang dihimpun CPI telah mencapai pengumpulan 99 persen suara yang 55,10 persen di antaranya untuk pasangan Rita-Gufron.
Kenyataan yang selama ini terlihat bahwa tingkat kesalahan atau selisih perhitungan sebuah lembaga survei dengan KPUD sangat kecil sehingga kemungkinan besar pertambahan atau penurunan suara masing-masing kandidat tidak begitu signifikan lagi.
Direktur Eksekutif CPI mencoba menilai bahwa kemenangan Rita yang juga kini sebagai Ketua DPRD Kukar tersebut tidak terlepas dari kharisma yang dimiliki Syaukani HR, ayahnya, yang juga mantan Bupati Kutai kartanegara yang saat ini berstatus terpidana kasus korupsi.
"Warga Kutai Kartanegara masih melihat sosok Syaukani HR ada pada putrinya itu yakni Rita Widyasari," katanya mengenai kharisma Syaukani atau akrab dipanggil "Kaning" sebagai poin menentukan bagi kemenangan Rita.
Rita Widyasari sepertinya menyadari akan besarnya pengaruh Syaukani, sehingga dengan berbagai upaya ia akhirnya berhasil mendapatkan izin dari Dephumham untuk membawa sang ayah yang konon sakit seperti orang lupa ingatan itu ke Tenggarong beberapa hari sebelum pelaksaan tahapan pencentangan Pilkada 1 Juni 2010.
"Hal itu kami lihat dari hasil survei yang kami dilakukan tiga hari sebelum pilkada. Perolehan suara Rita Widyasari itu juga tidak terlepas dari kharisma dia dan upayanya dalam melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat di Kutai Kartanegara," kata Hendrasmo.
Hasil perhitungan cepat yang dilakukan CPI bersama Lingkaran Survei Indonesia (LSI), pasangan calon Bupati Kutai Kartanegera ,Rita Widyasari dan M. Gufron Yusuf meraih 55,10 persen disusul pasangan Awang Ferdian Hidayat dan Suko Buono dengan perolehan 17,59 persen.
'
Sedangkan pasangan yang sempat diunggulkan pada Pilkada Kutai Kartanegara yakni, Awang Dharma Bakti dan Syaiful Aduar hanya memperoleh 11,47 persen.
Tiga pasangan calon Bupati Kutai Kartanegara lainnya yakni, Sugianto dan Fathan Djunaedi memperoleh 7,43 persen, pasangan Edward Azran dan Syahrani 6, 61 persen serta pasangan Idrus SY dan Shali hanya memperoleh 1, 89 persen.
Jumlah warga tercatat dalam DPT (daftar pemilih tetap) tidak memanfaatkan hak politik dengan benar atau "Golput" (golongan putih) pada Pilkada langsung bupati/wakil bupati Kutai Kartanegara 2010-2015 mencapai 35,52 persen.
Data itu lebih tinggi ketimbang Pilkada untuk pemilihan bupati/wakil bupati pada 1 Juni 2005 yang mencapai 29 persen.
Kutai Kartanegara adalah daerah pertama melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada 1 Juni 2005. Pilkada untuk periode 2005-2010 itu dimenangkan oleh Syaukani HR, yakni ayah dari Rita Widyasari.
"Dari hasil quick count bahwa Pilkada Kabupaten KutaKartanegara (Kaltim) periode 2010-2015 hanya berlangsung satu putaran. Hal itu melihat data bahwa sudah ada pasangan bupati dan wakil bupati yang memperoleh suara sudah 55,10 persen," kata Direktur Eksekutif CPI, Hendrasmo.
"Secara resmi, perhitungan memang tetap mengacu pada KPUD Kukar. Namun, kami sangat optimistis bahwa perhitungan berdasarkan hasil quick count tidak kami akan jauh berbeda dengan hasil perhitungan KPUD Kutai Kartanegara," katanya.
Sampai pukul 18.00 Wita, Sabtu (1/5) hasil "quick count" atau perhitungan cepat hasil kerja sama CPI bersama Lingkaran Survei Indonesia (LSI), pasangan calon Bupati Kutai Kartanegera, Rita Widyasari dan M. Gufron Yusuf masih memimpin dengan selisih suara kecil sekali.
"Kami mengambil 200 TPS sebagai sampel dari 1.247 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di 227 desa di Kutai Kartanegara. Teknik penarikan sampel dilakukan secara 'multistage random sampling' yang tersebar secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih dan dipilih secara acak di seluruh kecamatan," katanya.
"Tingkat kesalahan quick count hanya satu persen sehingga kami optimisitis, pasangan Rita Widyasari dan M.Gufron Yusuf, peraih suara terbanyak dan menang telak pemilukada Kutai Kartanegara," ujar Hendrasmo.
Sementara, tiga pasangan calon Bupati Kutai Kartanegara lainnya yakni, Sugianto dan Fathan Djunaedi memperoleh 7,43 persen, pasangan Edward Azran dan Syahrani 6, 61 persen serta pasangan Idrus SY dan Shali hanya memperoleh 1, 89.
"Sampai petang tadi, suara yang masuk sudah 99 persen dan kami pastikan perolehan suara itu tidak akan mengalami perubahan secara signifikan," katanya.
Mengenai kemenangan Rita, Sarosa mengakui bahwa memang ada pengaruh dari ayahnya, Syaukani HR, mengingat profil dan budaya masyarakat di Kutai Kartanegara yang paternalistik.
"Kita tahu bahwa Kutai adalah tempat Kerajaan Hindu tertua di Nusantara dan pernah berdiri Kerajaan Mulawarman dan Kerajaan Kutai Ing Martadipura sehingga budaya paternalistik masih lekat. Memang Rita bukan laki-laki tetapi sosok Syaukani sangat lekat dengan dirinya dan sebagian warga masih berharap bahwa polanya memimpin akan sama dengan sang ayah terlepas dari berbagai kasus yang menimpa orangtuanya," papar mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unmul Samarinda.
Syaukani yang juga mantan Ketua Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) dijerat oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) serta menjadi terpidana dalam kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Loa Kulu dan dana Bansos.
"Selain harus mengatasi berbagai ketimpangan ekonomi-sosial dan disparitas pembangunan, maka tantangan terbesar bagi siapapun yang memimpin Kukar, yakni bisa melakukan pengawasan bidang keuangan dan administrasi guna menekan kasus korupsi, termasuk menekan dan mengatasi kasus perusakan lingkungan sebagai dampak ekploitasi potensi kekayaan alam yang ljuar biasa," katanya.
"Jadi Rita harus benar-benar menempatkan orang yang mampu mengatasi kerawanan tersebut, bukan nantinya akan menjerumuskan dirinya," imbuh dia.
Jauh sebelumnhya, tokoh masyarakat Kutai, Ajie Sofyan Alex pernah mengatakan bahwa dalam memimpin daerah itu, maka ada dua pilihan bagi kepala daerah, yakni mengikuti "irama kerja atau berani melawan arus".
"Pilihan untuk orang untuk memimpin Kukar hanya dua, yakni mengikuti irama kinerja atau kebiasaan para pejabatnya atau benar-benar menerapkan disiplin seperti militer. Artinya berani mengambil keputusan untuk memindah atau memcopot jabatan orang yang dianggap tidak mampu menjadi abdi masyarakat dan abdi negara," papar politisi dari PDI Perjuangan Kaltim yang pernah menjadi kandidat bupati Kukar 2005-2010.
Melihat kondisi itu, maka tampaknya kesempatan untuk menjadi pemimpin di Kukar bisa menjadi sebuah "berkah" (jadi pimpinan di daerah terkaya) namun sebaliknya dapat berubah menjadi "musibah" karena hanyut dalam berbagai penyimpangan.
Kini, setelah Syaukani dijerat KPK, satu per satu pejabat dan mantan pejabat di Kukar terseret kasus hukum, dan terakhir menimpa dua mantan Sekkab Kukar masing-masing H. Subandi (dinyatakan DPO pijak Kejati Kaltim) dan H. Aswin yang kini menjadi Asisten Bidang Adminitsrasi Pemprov Kaltim (dugaan korupsi dana operasional DPRD Kutai Kartanegara).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar