Selasa, 03 April 2012

Sejarah Pemilihan Kepala Daerah Langsung Di Kaltim

(By Datiz) Samarinda - Bukan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) namanya apabila tidak sering melempar joke-joke segar. Terkait "musim" pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung yang akan digelar lebih dari 250 kepala daerah pada 2005 di seluruh Indonesia, Gus Dur belum lama ini, melemparkan joke segar tentang tiga Pilkada, yakni Pilkada langsung, Pilkadas, dan Pilkadal. Tiga Pilkada menurut versi Gus Dur adalah Pilkada adalah Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Pilkadas atau Pemilihan Kepala Daerah Aliran Sungai, dan Pilkadal, yakni Pemilihan Kepala Daerah Kadal. Meskipun hanya joke, namun ada pesan di balik itu, yakni mengantisipasi memilih pemimpim (gubernur dan bupati/walikota) yang "kadal" serta mengantisipasi "pengkadalan" rakyat (pemilih) dalam Pilkada langsung. Setelah Pilkada langsung digelar, di beberapa daerah memang banyak kasus kemungkinan terpilihnya pemimpin kadal dan rakyat dikadali, hal itu terkait berbagai bentuk kecurangan. Sebut saja Pilkada Kukar (Kutai Kartanegara) yang merupakan Pilkada pertama di Indonesia pada 1 Juni 2005. Pada Pilkada itu, Tim Sukses Kandidat Bupati Kukar, Sofyan Alex-M. Irkham melaporkan berbagai bentuk kecurangan kepada KPUD dan Panwasda Tenggarong. Kecurangan tersebut antara lain dugaan mark up data pemilih (jumlah pemilih pada Pilpres 350.000 orang, namun pada Pilkada menjadi 370.000 orang), kartu pemilih ganda, eksodus warga, dan adanya pemilih illegal, sehingga pemungutan suara/pencoblosan di Muara Badak terpaksa diulangi. Kecurangan lain, politik uang baik berupa pemberian uang tunai, barang, dan Sembako. Pilkada langsung di daerah lain di Indonesia juga ternyata kondisinya kurang-lebih sama dengan terjadi di Kukar. Anugerah Sebagai pelajaran berdemokrasi, Pilkada langsung adalah anugerah bagi rakyat Indonesia. Bayangkan, dulunya pemimpin hanya ditentukan oleh puluhan anggota dewan, sehingga berdasarkan pengakuan seorang mantan walikota yang gagal mengakui bahwa untuk menjadi pemimpin saat itu seperti melaksanakan lelang atau tender, yakni dipilih karena mampu membayar tertinggi. Sedangkan saat ini, konon, sepenuhnya ditentukan oleh rakyat. Namun, hal itu juga dipertanyakan. Karena ternyata masih banyak peluang atau celah untuk bermain kotor, sehingga hasil akhir (suara) bukan asli keinginan sebagian besar rakyatnya. Pengamat politik dari CSIS, Indra Paliang menilai bahwa ada beberapa celah terjadi penyimpangan, pertama me-mark up data pemilih dengan membuat kartu pemilih ganda dan eksodus warga (khususnya di kantung daerah yang berbatasan). Memanipulasi hasil perhitungan, dan menjalankan money politic. Jujur diakui, katanya, sebagai negara yang terkenal dengan korupsi tertinggi di dunia, ditambah pendidikan warganya yang masih kebanyakan rendah, maka kecurangan dan pelanggaran seperti itu sangat mungkin terjadi. Di luar masalah itu, maka apabila dilihat dari situasi dan kondisi, maka Pilkada langsung di Kutai Kartanegara 1 Juni 2005 dianggap sukses dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia, mengingat secara nasional ini Pilkada langsung pertama. Sehingga, suksesnya pelaksanaan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kutai Kartanegara (Kukar) mendapat perhatian dari Komisi A DPRD Jawa Tengah (Jateng). Hal itu dibuktikan dengan kedatangan rombongan DPRD Jateng yang berjumlah 32 orang, di Tenggarong, belum lama ini untuk studi banding tentang keberhasilan Pilkada di Kukar dan beberapa Pilkada yang akan segera menyusul di daerah itu. Rombongan DPRD Jateng yang dimpimpin Ketua Komisi A, Subyakto, itu terdiri dari 18 anggota komisi, enam orang dari Mapilu, kemudian satu orang lagi dari Kesbanglinmas dan perwakilan Otda Jateng. Kedewasaan Asisten Bidang Pemerintahan Sekprov Kaltim, Sjahruddin mengatakan keberhasilan Pilkada di Kaltim, khususnya Kukar merupakan salah satu bukti kedewasaan masyarakat berdemokrasi sehingga berjalan lancar dan aman. Menurut dia, setelah diidentifikasi masalah Pilkada, ada lima persoalan yang mendapat perhatian, namun dapat diatasi, yakni soal banjir yang sempat menggenangi lima kecamatan, disiasati dengan pembuatan Tempat Pemungutan Suara (TPS) terapung atau panggung. Selanjutnya, pemberian sanksi tegas pada sejumlah PNS yang ikut tim sukses atau kampanye, padahal jelas-jelas aturannya melarang. "Begitu juga dengan dana APBN untuk Pilkada belum diterima. Terpaksa daerah yang mendahulukan, tapi dalam hal ini provinsi tidak ada membantu karena melihat daerah mampu mendanainya, sehingga tidak tergantung pada APBN," ujarnya. Selain itu, sempat mencuat terbitnya Permendagri nomor 12 2005, tetang honorarium petugas Pilkada. "Karena daerah telah lebih dulu menetapkan, dan nilainya di atas aturan tersebut, petugas menolak, jika aturan Permendagri tersebut diterapkan, mereka mengancam mengundurkan diri," katanya. "Karena letak geografis daerah ini sangat luas dan medannya cukup sulit. Tapi ini pun telah dapat diatasi," katanya. Namun yang terpenting sebenarnya adalah masalah pendataan pemilih. Sebab ini sangat menentukan. "Di Kukar, pemutakhiran data ini sempat diributkan, lantaran terjadi pembengkakan jumlah pemilih cukup besar," jelasanya. Ketua KPUD Kukar, Ishack Iskandar menjelaskan berdasarkan hasil perhitungan yang sudah masuk ke KPUD Kukar, yaitu pasangan Sofyan Alex-Irkham memperoleh 88.581 suara (33,39 persen), pasangan Tajuddin Noor- Abd Djebar memperoleh suara 13.863 suara (5,23 persen), dan pasangan Syaukani dan Samsusri Aspar memperoleh suara 159.248 suara (60,03 persen). "Partisipasi masyarakat Kukar (pemilih) pada pelaksanaan Pilkada mencapai 70,56 persen," katanya. Padahal sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Ma'ruf telah mengingatkan kemungkinan terjadinya bentuk-bentuk penyimpangan itu antara lain pengerahan massa atau eksodus warga, politik uang serta berbagai bentuk penyimpangan lain saat memantau langsung tahapan Pilkada di Kukar. Selain itu, Mendagri juga mengingatkan bahwa tahapan dalam Pilkada semuanya mengandung kerawanan. Oleh sebab itu, ia berharap agar semua pihak yang terlibat bisa bekerja secara profesional serta menjalankan pengawasan secara benar guna menghindari kecurangan. "Semua pihak harus bekerja sesuai dengan mekanisme dan aturan berlaku," katanya. Misalnya, apabila sudah masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), maka tidak bisa lagi ada penambahan mata pilih dengan alasan apapun. DPS (daftar pemilih sementara) bisa diberikan apabila sudah menetap selama enam bulan. Mendagri juga meminta aparat kepolisian waspada kemungkinan terjadi kasus yang bisa memicu konflik horizontal. Khusus di Kaltim dalam waktu dekat akan digelar Pilkada, yakni Pasir, Bulungan, dan Berau, sehingga bisa belajar ke Kukar dan mengikuti saran Mendagri untuk menghindari konflik horizontal di antara pendukung kandidat bupati.
Melihat beberapa laporan kecurangan, agaknya pasimistis agar Pilkada berlangsung Jurdil, serta kemungkinan munculnya pemimpin kadal dan rakyat dikadali peluangnya masih besar. Itulah kondisi riil bangsa Indonesia saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar