Sabtu, 28 Juni 2014
ceritaku - Arti Sebuah Kesetiaan
Aku paling suka memilih kata kunci untuk pemulihan pasword untuk email, media sosial dan sejenisnya, pada pilihan
What was the name of your first pet ? Jawabku "mugli". Benar, itu nama binatang peliharaan pertamaku, tepatnya seekor anjing. Mungkin sebelum mugli, burung dara, ada kucing, monyet dan burung enggang yang kami jadikan peliharaan karena ayahku hobi pelihara binatang. Tapi mugli adalah binatang yang benar-benar kupelihara dengan tanganku. Nama Mugli, ku ambil dari sebuah komik, "Mugli, si anak srigala". Suatu hari, saat pulang sekolah --SMP kelas dua-- seekor anak anjing lucu mengikutiku dengan mengibas-ibas ekornya. Hasan, karibku di sekolah, langsung menangkapnya dan mengajakku bergegas naik angkot, "ini anjing bagus, tidak adakah orang melihat saat aku ambil," ujarnya. "Mana aku tahu, yang penting aku tidak terlibat, jika yang punya lapor polisi," ujarku sambil menurunkan nada suara karena diberi signal oleh hasan yang khawatir, sopir angkot mendengar pembicaraan kami. setelah dekat rumahnya, hasan menyerahkan anak anjing itu kepadaku "aku titip, tidak mungkin aku pelihara nanti ami Idrus marah," katanya. "Jelas marah, mana ada Habib pelihara anjing," balasku gusar melihat kelakuan Hasan, ia yang membuat masalah tapi aku diberi tugas. Tanpa tunggu persetujuanku, ia langsung turun angkot. Akhirnya anak anjing berbulu hitam lebat itu aku bawa pulang dan diam-diam membuat kandang hasil modifikasi dari rumahan burung dara yang tak terpakai. Sepandai-pandainya melihara anak anjing pasti menggonggong jua. Ternyata ayahku santai saja. Setelah dilaporkan adikku, "biarin aja, biar dia belajar tanggung jawab merawat peliharaannya". Lain lagi ibuku, dengan berbagai dalih dan ayat ia melarang aku memelihara anjing, namun aku yang sudah jatuh cinta dengan kelucuannya tetap ngotot, akhirnya ibu mengalah dengan berbagai syarat dan syariat, "pokoknya jangan sampai dibawa ke rumah, karna jika ada bulu anjing, malaikat 40 hari tidak mau masuk rumah. Kalau habis pegang, sebelum cuci tangan pakai sabun, basuh dulu dengan tanah, setelah cuci bersih ambil air wudhu...". "Iyaaaaa..." ujarku tanpa sempat mendengar syarat lain yang sepertinya kian mustahil mampu aku lakukan. Setiap hari jika aku di rumah pasti bermain dengan mugli, yang ternyata anjing cerdas, main lempar kayu, suruh duduk dan berbaring sudah bisa ia lakukan. Saat aku kelas tiga SMP, memasuki Ramadhan. Suatu malam, anak-anak sepantaran aku saat melintasi depan rumah menuju masjid untuk tarawih, tak sengaja menginjak ekor Mugli yang berbaring di jalan. Mungkin karena kaget, ia langsung menggeram, serta mengancam dengan taringnya, salah seorang mengambil batu dan menimpuknya. Ternyata itulah awal masalah, Mugli ternyata punya ingatan kuat, sehingga anak yang menimpuknya itu tidak pernah bisa aman dan tentram jika melintasi depan rumah kami karena pasti digonggong dan dikejar. Merasa terus diteror, akhirnya orangtua dia memprotes kepada ibuku. Dua hari setelah itu, usai sekolah aku merasa ada yang janggal, setiap hati biasanya sudah terdengar gongongan mugli dari jauh saat melihat aku, dia pasti menunggu depan pagar rumah kami sambil mengibas-ngibas ekornya. Ternyata mugli telah diberikan, seorang penjual buah dari pedalaman kebetulan mencari anjing untuk menjaga kebunnya dan langsung diberikan ibuku. Protesku sudah tak berguna karena mugli sudah di bawa ke jantung hutan Borneo, nun jauh di sana. Berhari-hari aku seperti orang patah hati, kadang menangis jika tidak ada orang lain. Bayangan mugli yang mengantar dan menjemput depan pagar, saat pergi dan pulang sering terbayang. Ternyata sebuah ketulusan dan kesetiaan sangat berarti meskipun itu hanya oleh seekor anjing. Mengenangnya, nama mugli selalu aku pilih untuk pemulihan email dan media sosial.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar